Senin, 06 Mei 2013

SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA

Sejarah perekonomian Indonesia dibagi menjadi beberapa periode yakni :
1. Pemerintahan Orde Lama (1950-1996)
2. Pemerintahan Orde Baru (1966-Mei 1998)
3. Pemerintahan Transisi (Mei 1998-November 1999)
4. Pemerintahan Reformasi hingga Kabinet SBY (2000 – sekarang)

Indonesia mencoba untuk mulai membangun pemerintahan sendiri pada awal kemerdekaan, namun hal itu tidaklah mudah karena dipenuhi oleh masalah yang timbul. Pada awal kemerdekaan itu pula, Indonesia dilanda gejolak politik yang membawa pengaruh pada perekonomian negara. Sehingga menyebabkan perekonomian di Indonesia sangat buruk, walaupun sempat mengalami pertumbuhan dengan laju rata-rata per tahun hampir 7% selama dekade 1950-an.

Kondisi Awal Perekonomian Indonesia
Dalam tahap ini, mengelola bangsa yang masih baru tergolong bukanlah hal yang mudah. Berbagai macam permasalahan mulai dari ekonomi, sosial, dan politik tumpah ruah dalam satu waktu. Perekonomian carut marut akibat perang melawan Jepang dan Belanda. Kebijakan ekonomi praktis sulit dilakukan pada awal kemerdekaan, karena tekanan dari pemerintahan Belanda yang melakukan agresi militer di Indonesia (Soesatro dan Budiman, 2005). Kebijakan ekonomi pada empat tahun pertama Indonesia dilakukan untuk menunjang kepentingan perang dan diplomasi internasional Indonesia. Salah satu kebijakan ekonomi yang dilakukan Indonesia adalah penjualan candu ke luar negeri (Anwar, 2009). Indonesia memerlukan dana untuk membiyai berbagai perundingan internasional dan peralatan perang Indonesia. Kebijakan yang dilakukan oleh Bung Hatta adalah menjual candu ke pasar internasional (Anwar, 2009). Melalui penjualan candu inilah Indonesia dapat mengisi cadangan devisa kali pertama.
Pasca agresi militer Belanda, Indonesia pun dihadapi oleh berbagai persoalan ekonomi. Sesuai hasil keputusan KMB, Indonesia harus membayar utang Belanda sebesar US $ 1,1 Miliar. Pembayaran utang itu tentu memberatkan keuangan negara yang saat itu masih sangat minim. Selain itu, Indonesia juga dihadapkan pada tingginya tingkat inflasi. Pada tahun 1951, inflasi Indonesia mencapai 65%. Inflasi tersebut bersifat demand pull, yang diakibatkan oleh korean boom (meningkatnya permintaan beberapa komoditas akibat perang Korea). Inflasi ini coba diperangi dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan membuka keran import seperti yang dilakukan oleh Sumitro Djojohadikusumo (saat itu menjabat menteri keuangan). Keadaan sedikit membaik pada 1957, dimana inflasi berhasil ditekan hingga mencapai 5% dan PDB meningkat 20% dibandingkan tahun 1951.

Masalah yang dihadapi tahun 1945 – 1955
a.Rusaknya prasarana-prasarana ekonomi akibat perang
b.Blokade laut oleh Belanda sejak Nopember 1946 sehingga kegiatan ekonomi ekspor-impor terhenti.
c.Agresi Belanda I tahun 1947 dan Agresi belanda II tahun 1948.
d.Dimasyarakat masih beredar mata uang rupiah Jepang sebanyak 4 miliar rupiah (nilainya rendah sekali). Pemerintah RI mengeluarkan mata uang “ORI” pada bulan Oktober 1946 dan rupiah Jepang diganti/ ditarik dengan nilai tukar Rp 100 (Jepang) = Rp 1 (ORI).
e.Pengeluaran yang besar untuk keperluan tentara, menghadapi Agresi Belanda dan perang gerilya. (Suroso, 1994).
f.Silih bergantinya kabinet karena pergolakan politik dalam negeri.
g.Defisit APBN yang terus meningkat yang ditutup dengan mencetak uang baru.
h.Tingkat produksi yang merosot sampai 60% (1952), 80% (1953) dibandingkan produksi tahun 1938.

Rencana dan Kebijaksanaan Ekonomi
Memang sebelum pemerintahan Soeharto, Indonesia telah memiliki empat dokumen perencanaan pembangunan, yakni :
a.Rencana dari Panitia Siasat Pembangunan Ekonomi yang diketuai Muhammad Hatta (1947).
b.Rencana Urgensi Perekonomian (1951) yang diusulkan oleh Soemitro Djojokusumo.
c.Rencana Juanda (1955) Rencana Pembangunan Lima Tahun I meliputi kurun waktu 1956-1960.
d.Rencana Delapan tahun “Pembangunan Nasuional Semesta Berencana” pada masa demokrasi terpimpin ala Soekarno

Situasi keamanan (Agresi Belanda 1947, 1948, pemberontakan PKI di Madiun 1948) dan silih bergantinya kabinet maka tidak dimungkinkan adanya program kebijaksanaan yang bisa dijalankan secara konsisten dan dan berkesinambungan. Sehinggap antara tahun 1949-1959 terjadi 7 kali pergantian kabinet (yang rata-rata berumur 14 bulan) sehingga cukup sulit menilai program ekonomi apa yang telah berhasil diterapkan masing-masing.
Pada awal tahun 1950-an kebijaksanaan moneter di negara ini cenderung bersifat konservatif (jumlah uang yang beredar tumbuh dengan mantap, tetapi terkendalikan dengan laju 22 % per tahun antara 1951 – 1956). Kemudian selama tahun-tahun terakhir dasawarsa 1950-an jumlah uang yang beredar tumbuh dengan lebih cepat antara 1956 – 1960. Kebijaksanaan moneter selanjutnya semakin terkesan sebagai hasil sampingan dari dunia politik dan dari kebutuhan untuk membiayai defisit APBN yang semakin membesar. (Stephen Grenville dalam Anne Booth dan Peter Mc Cawley, ed., 1990).


SUMBER : http://mhalaluph.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

apa??

??